<html xmlns:v="urn:schemas-microsoft-com:vml" xmlns:o="urn:schemas-microsoft-com:office:office" xmlns:w="urn:schemas-microsoft-com:office:word" xmlns:m="http://schemas.microsoft.com/office/2004/12/omml" xmlns="http://www.w3.org/TR/REC-html40">
<head>
<meta http-equiv=Content-Type content="text/html; charset=utf-8">
<meta name=Generator content="Microsoft Word 12 (filtered medium)">
<!--[if !mso]>
<style>
v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}
</style>
<![endif]-->
<style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;}
@font-face
{font-family:Tahoma;
panose-1:2 11 6 4 3 5 4 4 2 4;}
@font-face
{font-family:"Bookman Old Style";
panose-1:2 5 6 4 5 5 5 2 2 4;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{margin:0in;
margin-bottom:.0001pt;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";}
h2
{mso-style-priority:9;
mso-style-link:"Heading 2 Char";
mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0in;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0in;
font-size:18.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
font-weight:bold;}
a:link, span.MsoHyperlink
{mso-style-priority:99;
color:blue;
text-decoration:underline;}
a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed
{mso-style-priority:99;
color:purple;
text-decoration:underline;}
p
{mso-style-priority:99;
mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0in;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0in;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";}
span.Heading2Char
{mso-style-name:"Heading 2 Char";
mso-style-priority:9;
mso-style-link:"Heading 2";
font-family:"Cambria","serif";
color:#4F81BD;
font-weight:bold;}
span.EmailStyle21
{mso-style-type:personal-reply;
font-family:"Calibri","sans-serif";
color:#1F497D;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;}
@page Section1
{size:8.5in 11.0in;
margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style>
<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:shapedefaults v:ext="edit" spidmax="1026" />
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<o:shapelayout v:ext="edit">
<o:idmap v:ext="edit" data="1" />
</o:shapelayout></xml><![endif]-->
</head>
<body lang=EN-US link=blue vlink=purple>
<div class=Section1>
<div style='border:none;border-top:solid #B5C4DF 1.0pt;padding:3.0pt 0in 0in 0in'>
<p class=MsoNormal><b><span style='font-size:10.0pt;font-family:"Tahoma","sans-serif"'>From:</span></b><span
style='font-size:10.0pt;font-family:"Tahoma","sans-serif"'> mariska sukijat
[mailto:icha_0803@yahoo.com] <br>
<b>Sent:</b> Tuesday, April 14, 2009 12:01 PM<br>
<b>To:</b> erwin erwin; edward sangres; eko mario; ella upp; eny; ersan ers;
umar ganda; Irene E T; isyanto isyanto; dhe pree; premi lusniawati; p2k3 p2k3;
PLM KI; tina agustina; samuel; steve; novi sukijat; sekdir; sekwadir;
susilawati susilawati; darwito darwito; Dian Verawati; devi devi; dhany; didik
dika; dikka_ (d.c.a); freddy; maik maik; manda ndun; Ciek Chen; christy tien<br>
<b>Subject:</b> Fw: Matikan Saja TV Anda<o:p></o:p></span></p>
</div>
<p class=MsoNormal><o:p> </o:p></p>
<table class=MsoNormalTable border=0 cellspacing=0 cellpadding=0>
<tr>
<td valign=top style='padding:0in 0in 0in 0in'>
<p class=MsoNormal><br>
<br>
--- On <b>Mon, 4/13/09, Mary R. <i><maryani_r@yahoo.com></i></b> wrote:<o:p></o:p></p>
<p class=MsoNormal style='margin-bottom:12.0pt'><br>
From: Mary R. <maryani_r@yahoo.com><br>
Subject: Matikan Saja TV Anda<br>
To: "AdeeRo KUO" <adeero.kuo@gmail.com>, "Alip
Kurnia" <alipkurnia@yahoo.com>, "Charlotte Henny" <henny@mk.co.id>,
"Erick Martin" <osdudutz@yahoo.com>, "Hamdani"
<hamdani@mk.co.id>, "Handi Rusli"
<handi_r@hotmail.com>, "Imelda" <imelda@mk.co.id>,
"Ingrid Somawi" <ingrides@gmail.com>, "Joan Lie"
<yoanne@mk.co.id>, "Karuna lunardi"
<karuna57@yahoo.com>, "Linus K." <linus@mk.co.id>,
"Lisye" <lisye_kk@yahoo.com>, "Mariska Sukijat"
<icha_0803@yahoo.com>, "Marsela Ariesta Susanto"
<marsela_ariesta@yahoo.com>, "Martina Lianty" <martina@multitarex.co.id>,
"Mulyadi Robby" <adeerokuo@yahoo.com>, "Novi
Sukijat" <nsukijat_02@yahoo.com>, "Susy Kong"
<heidykong1@yahoo.com>, "Tanty Liana"
<tanty@multitarex.co.id>, "Wijono Tanudjaja"
<wywy_mail@yahoo.co.id><br>
Date: Monday, April 13, 2009, 7:58 PM<o:p></o:p></p>
<div id=yiv1795373564>
<div>
<p class=MsoNormal><span style='font-size:14.0pt;font-family:"Tahoma","sans-serif"'><o:p> </o:p></span></p>
<div>
<p class=MsoNormal><span style='font-size:14.0pt;font-family:"Tahoma","sans-serif"'> <o:p></o:p></span></p>
</div>
<p class=MsoNormal style='margin-bottom:14.0pt'><span style='font-size:14.0pt;
font-family:"Tahoma","sans-serif"'><o:p> </o:p></span></p>
<div>
<div style='border:none;border-left:solid #1010FF 1.5pt;padding:0in 0in 0in 4.0pt;
margin-left:3.75pt;margin-top:3.75pt;margin-bottom:3.75pt'>
<table class=MsoNormalTable border=0 cellspacing=0 cellpadding=0>
<tr>
<td valign=top style='padding:0in 0in 0in 0in'>
<blockquote style='margin-left:3.75pt;margin-top:5.0pt;margin-bottom:5.0pt;
border-left:rgb(16, 16,
255)'>
<p class=MsoNormal><o:p> </o:p></p>
<div id=yiv2041499164>
<div>
<div>
<div style='border:none;border-left:solid #1010FF 1.5pt;padding:0in 0in 0in 4.0pt;
margin-left:3.75pt;margin-top:3.75pt;margin-bottom:3.75pt'>
<div id=ygrp-mlmsg>
<div id=ygrp-msg>
<div id=ygrp-text>
<div>
<div>
<div>
<div>
<div>
<p class=MsoNormal><o:p> </o:p></p>
<h2><a href="http://mommygadget.com/2009/01/27/matikan-saja-tv-anda/"
target="_blank" title="Permanent Link: MATIKAN SAJA TV ANDA">MATIKAN SAJA
TV ANDA</a><o:p></o:p></h2>
<p style='text-align:justify'>Kedengarannya ekstrim. Tapi ini salah satu
saran seorang dokter spesialis anak asal Amerika kepada para orangtua agar
perkembangan otak dan kemampuan anak berkembang dengan baik.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Kalau anak-anak dibiarkan bebas
sebebas-bebasnya menonton TV, video, dan main game di komputer, apa yang
terjadi terhadap pertumbuhan dan kemampuan belajar mereka?<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Itulah pertanyaan yang mengusik benak Susan
R. Johnson, M.D., dokter spesialis anak asal San Francisco dan pernah
mendalami ilmu kesehatan anak yang berkaitan dengan perilaku dan
perkembangan. “Ratusan anak mengalami kesulitan berkonsentrasi pada
pekerjaan, dan melakukan gerakan motorik kasar maupun halus.. Kebanyakan
mereka memenemui kesulitan dalam berhubungan dengan orang dewasa dan
kelompok seusianya,” paparnya.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Semula ia menduga, itu melulu akibat tayangan
di televisi yang sering menampilkan kekerasan (terutama film kartun) dan
semua iklan ditujukan pada mereka. Tetapi, baru semenjak kelahiran anaknya
enam tahun lalu ia berhadapan dengan dampak yang sesungguhnya.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Saat bermain di luar, jelas Susan, anaknya
bisa asyik mengamati binatang kecil atau serangga, bikin mainan dari
ranting dan batu, atau main air dan pasir. Ia tampak begitu damai dengan
dirinya, tubuhnya, dan lingkungannya.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Tetapi begitu di depan TV, ia begitu cuek
dengan si ibu maupun lingkungannya. “Waktu saya matikan TV-nya, ia gelisah,
senewen, dan selalu berteriak minta dinyalakan lagi. Tingkah polahnya kacau
dan gerakan-gerakannya impulsif. Boro-boro bikin kreasi sendiri, ia justru
meniru saja apa yang dilihatnya di TV dengan gerakan yang tidak kreatif,
kaku, dan diulang-ulang.”<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Saat berusia 3,5 tahun, dia ajak anaknya
mengunjungi sepupunya naik pesawat. Di pesawat diputar film Mission
Impossible. Kebetulan mereka tidak kebagian earphone sehingga yang
tertangkap hanya gambarnya. Tapi justru karena itulah, “Ia mendapat mimpi
buruk dan takut pada api atau bunyi ledakan selama enam bulan setelahnya,
dan perilakunya berubah.”<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Setahun kemudian ia meneliti enam orang anak
berusia 8-11 tahun yang semuanya memiliki kesulitan membaca di Pusat
Kesehatan Sekolah. Menurut Susan, “Kalau saya tunjukkan sejumlah huruf lalu
saya minta mengenali huruf tertentu, mereka dapat melakukannya. Tapi kalau
saya tidak menunjukkan apa-apa - berarti tanpa masukan visual - lalu saya
suruh menuliskan huruf tertentu, mereka tidak bisa.”<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Timbul pertanyaan, apa yang terjadi pada anak
yang sedang tumbuh dan berkembang jika mereka dipapari rangsangan audio dan
visual pada saat bersamaan? Berapa banyak kemampuan otak yang hilang atau
bahkan tidak berkembang akibat kebiasaan itu?<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong><span style='color:#339966'>Tiga
tahap perkembangan otak</span></strong><o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Anak dilahirkan dengan 10 miliar neuron (sel
syaraf) di otaknya. <strong>Tiga tahun pertama sejak lahir merupakan
periode di mana miliaran sel glial terus bertambah untuk memupuk neuron. </strong>Sel-sel
syaraf ini dapat membentuk ribuan sambungan antarneuron yang disebut
dendrite yang mirip sarang laba-laba, dan axon yang berbentuk memanjang.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Otak anak usia 6-7 tahun besarnya dua pertiga
otak orang dewasa, tapi memiliki 5-7 kali lebih banyak sambungan
antarneuron daripada otak anak usia 18 bulan atau orang dewasa. <strong>Otak
mereka memang punya kemampuan besar untuk menyusun ribuan sambungan antarneuron.
Namun, kemampuan itu berhenti pada umur 10-11 tahun jika tidak dikembangkan
atau digunakan.</strong> Saat itu enzim tertentu dilepaskan dalam otak dan
melarutkan semua jalur atau “urat” syaraf (pathways) yang tidak
termielinasi dengan baik (mielinasi adalah proses pembungkusan jalur syaraf
dengan myelin yang berujud protein-lemak) .<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong>Perkembangan otak anak yang sedang
tumbuh melalui tiga tahapan</strong>, mulai dari otak primitif (action
brain), otak limbik (feeling brain), dan akhirnya ke neocortex (atau
disebut juga thought brain, otak pikir).<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Meski saling berkaitan, <strong>ketiganya
punya fungsi sendiri-sendiri.</strong> Otak primitif mengatur fisik kita
untuk bertahan hidup, mengelola gerak refleks, mengendalikan gerak motorik,
memantau fungsi tubuh, dan memproses informasi yang masuk dari pancaindera.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong>Saat menghadapi ancaman atau keadaan
bahaya, bersama dengan otak limbik, otak primitif menyiapkan reaksi “hadapi
atau lari”</strong> (fight or flight response) bagi tubuh. “Kita akan
bereaksi secara fisik dan emosi lebih dulu sebelum otak pikir sempat
memproses informasi,” papar dr.. Susan.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong>Otak limbik memproses emosi</strong>
seperti rasa suka dan tidak suka, cinta dan benci. Otak ini sebagai
penghubung otak pikir dan otak primitif. Maksudnya, otak primitif dapat
diperintah mengikuti kehendak otak pikir, di saat lain otak pikir dapat
“dikunci” untuk tidak melayani otak limbik dan primitif selama keadaan
darurat, yang nyata maupun yang tidak.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Sedangkan <strong>otak pikir, yang merupakan
bentuk daya pikir tertinggi dan bagian otak yang paling objektif, menerima
masukan dari otak primitif dan otak limbik.</strong> Namun, ia butuh waktu
lebih banyak untuk memproses informasi, termasuk image, dari otak primitif
dan otak limbik. <strong>Otak pikir juga merupakan tempat bergabungnya
pengalaman, ingatan, perasaan, dan kemampuan berpikir untuk melahirkan
gagasan dan tindakan.</strong><o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong>Mielinasi saraf otak berlangsung
secara berurutan, mulai dari otak primitif, otak limbik, dan otak pikir.
Jalur syaraf yang makin sering digunakan membuat mielin makin menebal.</strong>
Makin tebal mielin, makin cepat impuls syaraf atau perjalanan sinyal
sepanjang “urat” syaraf. Karena itu, anak yang sedang tumbuh dianjurkan
menerima masukan dari lingkungannya sesuai dengan perkembangannya.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Di samping itu, anak juga membutuhkan
pengalaman yang merangsang pancaindera. Namun, <strong>indera mereka perlu
dilindungi dari rangsangan yang berlebihan </strong>karena anak-anak itu
ibarat spon. “Mereka menyerap apa saja yang dilihat, didengar, dicium,
dirasakan, dan disentuh dari lingkungan mereka. Kemampuan otak mereka untuk
memilah atau menyaring pengalaman rasa yang tidak menyenangkan dan
berbahaya belum berkembang,” papar Susan.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Rangsangan dan perkembangan indera itu pada
gilirannya akan mengembangkan bagian tertentu dari otak primitif yang
disebut reticular activating system (RAS). RAS ini pintu masuk di mana
kesan yang ditangkap setiap indera saling berkoordinasi sebelum diteruskan
ke otak pikir. <strong>RAS merupakan wilayah di otak yang membuat kita
mampu memusatkan perhatian</strong>. Kurangnya stimulasi, atau sebaliknya
stimulasi yang berlebihan, ditambah lagi dengan gerakan motorik kasar dan
halus yang tidak berkembang secara baik, bisa menyebabkan rusaknya
perhatian terhadap lingkungan.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Sebelum anak berusia empat tahun, otak
primitif dan otak limbik sudah 80% termielinasi. Setelah umur 6-7 tahun
mielinasi bergeser ke otak pikir. Awalnya dari belahan otak kanan yang
antara lain bertugas merespon citra visual.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Ketika menonton TV, belahan otak kanan inilah
yang paling dominan kerjanya.Sedangkan ketika membaca, menulis, dan
berbicara, belahan otak kiri yang dominan.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong>Tugas utama otak kiri </strong>ialah
berpikir secara analitis dan menyusun argumen logis langkah demi langkah.
Ia menganalisis suara dan makna bahasa (misalnya, kemampuan mencocokkan
suara dengan alfabet), juga mengelola keterampilan otot halus.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong><span style='color:#339966'>Pentingnya
aktivitas motorik kasar</span></strong><o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong>Kedua belahan otak itu dijembatani
oleh bundel “urat” syaraf yang disebut corpus collosum</strong>. Sisi kanan
dan kiri tubuh saling berkoordinasi melalui jembatan ini. Aktivitas motorik
kasar seperti lompat tali, memanjat, lari, serta aktivitas motorik halus
macam menggambar, merenda, membuat origami, dan bikin kue merupakan
akitivitas penting bagi proses mielinasi C. collosum.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Jalur ini memungkinkan kemampuan berpikir
analitis (otak kiri) dan intuitif (otak kanan) untuk saling mempengaruhi.
Sejumlah ahli neuropsikologi percaya, <strong>buruknya perkembangan
jembatan ini mempengaruhi komunikasi efektif antara belahan otak kanan dan
kiri. </strong>Diduga, inilah penyebab timbulnya kesulitan perhatian dan
belajar pada anak.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong><span style='color:#339966'>Pertanyaannya
kemudian, apa kerugian otak dengan menonton televisi?</span></strong><o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Televisi sesungguhnya hanya memberikan
informasi kepada dua indera: mata dan telinga. Padahal <strong>ketajaman
visual dan pandangan tiga dimensional pada anak belum berkembang sepenuhnya
sampai usia empat tahun</strong>. Gambar yang dihasilkan layar televisi itu
gambar dua dimensi, tidak fokus dan kabur karena tersusun dari titik-titik
sinar. Itu membuat mata anak-anak harus memaksa diri agar gambar menjadi
jelas.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Televisi, juga barang elektronik lain,
memancarkan gelombang elektromagnetik. Maka disarankan, <strong>posisi
menonton setidaknya 120 cm dari TV dan 45 cm dari layar komputer.</strong><o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong>Sistem visual yang meliputi kemampuan
mencari (search out), memindai (scan), memfokus, dan mengidentifikasi apa
yang masuk ke bidang pandang, terganggu oleh kegiatan menonton TV.</strong>
Padahal keterampilan visual ini perlu dikembangkan dalam kaitannya dengan
membaca efektif.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong>Saat menonton, pupil mata anak tidak
melebar, dan nyaris tidak ada gerakan mata</strong> yang justru penting
dalam kegiatan membaca. Mata dituntut terus bergerak dari kiri ke kanan
halaman saat membaca.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Kemampuan untuk memusatkan perhatian juga
mengandalkan sistem visual ini. Sementara itu gambar-gambar televisi yang
berubah secara cepat tiap 5-6 detik pada kebanyakan tayangan acara dan 2-3
detik pada iklan, membuat otak pikir tidak punya kesempatan memproses
image.. Padahal <strong>otak pikir perlu 5-6 detik untuk memproses gambar
begitu mendapat stimulus..</strong><o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong><span style='color:#339966'>Sebabkan
kecemasan kronis</span></strong><o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong>Membaca buku, berjalan-jalan di alam,
atau bercakap dengan orang lain - di mana anak punya kesempatan untuk
merenung dan berpikir - jauh lebih mendidik daripada menonton TV.</strong>
Menonton TV merupakan pekerjaan tanpa akhir, tanpa tujuan, dan tak bikin
“kenyang”. Tidak seperti makan dan tidur yang bisa bikin perut kenyang dan
badan tidak capek lagi, menonton TV tidak ada ujungnya. “TV membuat anak
ingin terus menonton tanpa pernah merasa puas,” ungkap Susan.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'><span style='color:black'>Bagaimana dengan
Sesame Steet, misalnya? Bukankah acara itu mendidik dan di sana anak
diajari cara membaca? </span><strong>Secara umum, membaca menghasilkan
gelombang beta cepat dan aktif, sedangkan menonton televisi meningkatkan
gelombang alfa lambat di belahan otak kiri dan kanan.</strong> Belahan kiri
merupakan pusat penting dalam kegiatan membaca, menulis, dan berbicara.
Otak kiri merupakan tempat dimana simbol-simbol abstrak (misalnya
huruf-huruf alfabet) dikaitkan dengan bunyi. Sumber cahaya televisi yang
berpendar dan bergetar diduga ada kaitannya dengan meningkatnya aktivitas
gelombang lambat itu.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong>Otak primitif tidak dapat membedakan
mana gambar riil dan mana gambar di TV karena penglihatan merupakan
tanggung jawab otak pikir.</strong> Karena itu, ketika TV menayangkan
gambar-gambar close-up dan gambar-gambar bercahaya secara tiba-tiba, otak
primitif bersama otak limbik segera menyiapkan respons “hadapi atau lari”
dengan melepaskan hormon dan bahan kimia ke seluruh tubuh. Degup jantung
dan tekanan darah naik. Darah yang mengalir ke otot-otot anggota badan
meningkat, bersiap-siap menghadapi keadaan bahaya.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Karena itu terjadi dalam tubuh tanpa diikuti
gerakan-gerakan yang sesuai dari anggota badan, maka <strong>acara-acara TV
tertentu sesungguhnya meletakkan kita ke dalam suatu keadaan stres atau
kecemasan kronis.</strong> Berbagai studi menunjukkan, pada orang dewasa
yang mengalami stres kronis pertumbuhan belahan otak kirinya terhenti
(atrophy).<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong>Ketika otak anak dipapari rangsangan
visual sekaligus suara, yang diserap hanyalah visualnya. </strong>Ilustrasi
tentang fenomena ini dapat dilihat pada sekelompok anak (6-7 tahun) yang
disuguhi tontonan video yang suaranya tidak sesuai dengan gerakan
visualnya. Begitu ditanya, mereka tidak ngeh kalau suara dan gambarnya
tidak klop. Itu artinya, mereka tidak menyerap isi tontonannya.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong><span style='color:#339966'>Inteligen
hati</span></strong><o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Namun, masih ada yang berkilah, “Apa salah
memanfaatkan televisi sekadar untuk hiburan? Saya suka menonton film-film
Disney macam Snow White.”<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Televisi memiliki efek begitu dalam terhadap
kehidupan perasaan atau jiwa kita. Menonton televisi membuat kita terlepas
dari kehidupan nyata. Di kursi yang nyaman di ruang yang sejuk dengan
banyak makanan, kita duduk menonton para tunawisma, orang kelaparan atau
menderita di layar kaca. Kita tersentuh melihat nasib mereka, tetapi tidak
berbuat apa-apa.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Orang boleh bilang, membaca buku pun dapat
membangkitkan perasaan serupa tanpa berbuat apa-apa. Namun, menurut dr.
Susan, <strong>saat sedang membaca buku (yang tidak banyak gambarnya),
pikiran bisa berimajinasi dan punya kesempatan memikirkannya. Pikiran itu
dapat menggiring anak kepada gagasan yang menimbulkan inspirasi untuk
melakukan sesuatu.</strong> Televisi tidak begitu.”<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'>“Kita tidak akan lupa dengan apa yang pernah
kita lihat. Otak limbik dihubungkan dengan memori, dan gambar di TV kita
ingat entah secara sadar, tanpa sadar, atau bawah sadar. Maka, kita hampir
tidak mungkin menciptakan imajinasi tentang Snow White dari buku cerita
jika kita sudah pernah menonton filmnya. Sebaliknya, orang sering kecewa
ketika menonton film setelah membaca bukunya. <strong>Imajinasi kita itu
jauh lebih kaya daripada apa yang dapat ditunjukkan di layar film</strong>,”
papar dr. Susan.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'>Ketika menonton televisi, anak-anak tidak
menggunakan imajinasi sama sekali. Itu berarti <strong>bagian tertentu di
otak pikir untuk menciptakan gambaran (yang merupakan fondasi bagi
angan-angan, intuisi, inspirasi, dan imajinasi), kurang dilatih.</strong><o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong>Kita dibekali kemampuan yang disebut
heart intelligence yang perlu dikembangkan antara lain dengan berinteraksi
dengan orang lain.</strong> “Kita mengalami bahasa nonverbal mereka,
misalnya bagaimana ia bergerak, bagaimana nada suaranya, apakah ia menatap
ke arah lain saat bicara. Inilah cara kita belajar melihat konsistensi
antara isyarat verbal dan nonverbal untuk menemukan kebenaran,” jelas dr.
Susan. Televisi tidak bisa mengembangkan kemampuan itu.<o:p></o:p></p>
<p style='text-align:justify'><o:p> </o:p></p>
<p style='text-align:justify'><strong><i>Sumber: </i></strong>intisari<o:p></o:p></p>
<p class=MsoNormal><o:p> </o:p></p>
</div>
</div>
<p class=MsoNormal><o:p> </o:p></p>
</div>
</div>
</div>
<p class=MsoNormal><b><i><span style='font-family:"Bookman Old Style","serif";
color:#BF00BF'>Best regards,<br>
</span></i></b><b><i><span style='font-family:"Bookman Old Style","serif";
color:#BF005F'><br>
</span></i></b><b><i><span style='font-family:"Bookman Old Style","serif";
color:#BF00BF'>-Mary-</span></i></b><span style='color:#BF00BF'> </span><o:p></o:p></p>
<div id=ygrp-ft>
<p class=MsoNormal><o:p> </o:p></p>
</div>
</div>
</div>
<div style='margin-bottom:18.75pt;-moz-background-clip: -moz-initial;
-moz-background-origin: -moz-initial;-moz-background-inline-policy: -moz-initial;
background-attachment:scroll;background-position-x:0%;background-position-y:
50%;float:right' id=ygrp-sponsor>
<div>
<div id=vithd>
<p class=MsoNormal style='background:white'><span style='font-size:1.0pt;
color:white'>Recent Activity<o:p></o:p></span></p>
</div>
<p class=MsoNormal style='background:white'><span style='font-size:1.0pt;
color:white'> <b>Error! Filename not specified.</b> <o:p></o:p></span></p>
</div>
</div>
</div>
<p class=MsoNormal><span style='color:white'>__,_._,___</span> <o:p></o:p></p>
</div>
</div>
</div>
</div>
</blockquote>
</td>
</tr>
</table>
<p class=MsoNormal><o:p> </o:p></p>
<div class=MsoNormal align=center style='text-align:center'>
<hr size=1 width="100%" align=center>
</div>
<p class=MsoNormal style='margin-bottom:12.0pt'><o:p> </o:p></p>
</div>
</div>
</div>
</div>
</td>
</tr>
</table>
<p class=MsoNormal><span style='font-size:10.0pt;font-family:"Calibri","sans-serif"'><o:p> </o:p></span></p>
</div>
</body>
</html>